Gandamana adalah seorang ksatria tiada tandingannya, jujur, sederhana dan pembela kebenaran. Gambar diambil dari http://hananta-hanantacom.blogspot.com/
SELUK BELUK TENTANG ARYA GANDAMANA
ARYA GANDAMANA adalah putra mahkota negara Pancala. Putra Prabu Gandabayu dengan permaisuri Dewi Gandarini.
Arya Gandamana mempunyai kakak kandung bernama Dewi Gandawati. Arya Gandamana adalah kesatria yang tiada tandingannya.
Arya Gandamana berwajah tampan, gagah, tegap, pendiam, pemberani, kuat dan sakti serta memiliki ilmu andalan Aji Bandungbandawasa dan Glagah Pangantol-atol.
Arya Gandamana pernah menderita penyakit yang tak tersembuhkan. Penyakit itu baru sembuh setelah ia berikrar, mengucapkan sumpah tidak akan menjadi raja sesuai wangsit Dewata.
Gandamana kemudian pergi mengabdikan ke negara Astina kehadapan Prabu Pandu, dan diangkat menjadi patih negara Astina.
Jabatan itu dipegangnya sampai ia harus meninggalkan negara Astina karena penghianatan Sakuni.
Ketika ayahnya, Prabu Gandabayu meninggal, Gandamana tetap teguh dengan sumpahnya.
Arya Gandamana relakan haknya menjadi raja kepada kakak iparnya, Arya Sucitra yang menjadi raja Pancala bergelar Prabu Drupada.
Akhir riwayat Gandamana diceritakan; menurut Mahabharata, Gandamana tewas dalam peperangan melawan Bima saat terjadi penyerbuan anak-anak Kurawa dan Pandawa ke negara Pancala atas perintah Resi Durna. Sedangkan menurut pedalangan, Gandamana tewas dalam peperangan melawan Bima saat ia melakukan pasanggiri/sayembara tanding dalam upaya mencarikan jodoh untuk Dewi Drupadi.
RADEN GANDAMANA
Raden Gandamana adalah putra Prabu Gandabayu, raja negara Cempalareja. Ia sakti dan perkasa..
Pada waktu Negara Cempalareja kedatangan raja-raja negara lain untuk melamar putri baginda, Dewi Drupadi, kedatangan mereka itu dirasakan sebagai kedatangan musuh yang akan merusak Cempalareja, raja-raja tersebut berebut menang dan dikabulkan permintaannya.
Gandamana memutuskan untuk mengadakan lomba adu tenaga. Ia
sendiri masuk gelanggang dan berseru, bahwa barang siapa dapat
mengalahkannya, dialah yang akan memiliki Drupadi.
Semua raja melawan Gandamana, tetapi tak ada seorang pun yang dapat mengalahkannya. Sesudah itu suasana murka di antara raja-raja menjadi redalah. Datang kemudian Raden Bratasena untuk memasuki gelanggang, tetapi ia pun tak dapat mengalahkan Gandamana. Bratasena hampir-hampir tak berdaya. Setiap kali ia hendak menangkap Gandamana, lawannya itu dapat menyampakkannya, hingga ia jatuh terlentang dan jika Bratasena ditangkap oleh Gandamana, Ia tak kuasa bergerak lagi dan hanya dapat menolak-nolak dengan kedua tangannya.
Tersebutlah Bratasena ada mempunyai kuku Pancanaka di kedua belah tangannya. Kuku tersebut mengenai tubuh lawannya dan seketika pun Gandamana tak berdaya lagi. Hilang segala kekuatannya dan teringatlah ia akan ramalan, bahwa ia akan mati oleh Pendawa. Maka yakinlah ia, bahwa lawannya itu adalah seorang Pendawa juga.
Pada mulanya, ketika Bratasena dipanggil oleh Gandamana, ia tak berani mendekati, oleh karena merasa takut bertanding dengan orang yang begitu kuat dan oleh karena selama hidup ia belum pernah menghadapi orang seperti Gandarnana itu. Tetapi setelah Bratasena tahu, bahwa lawannya tak berdaya lagi, datanglah ia mendekat dengan tenang.
Ditanya mengenai asal-usulnya, mengakulah Bratasena, bahwa ia, adalah Pendawa yang kedua. Bratasena lalu dipanggil oleh Gandamana, dipeluk olehnya dan segala ilmunya diturunkannya kepada Bratasena. Sesudah itu matilah Gandamana.
Sesudah menerima ilmu dari Gandamana itu, ilmu mana bernama Wungkalbener, bertambah saktilah Bratasena. Agar dapat mendatangkan kesaktian, pemilik ilmu harus berjalan lurus. Itulah sebabnya mengapa Bratasena selalu lurus jalannya, meski terhalang sekalipun. Rintangan apa pun tak diperdulikannya.
Raden Gandarnana bermata telengan membelalak, berhidung dempak, berkumis dan berjenggot. Bentuk mukanya agak tenang. Bentuk muka yang serupa ini disebut merengus (Jawa: njenggureng) dan menjadi tanda, bahwa orangnya pemberani dan berbadan kuat. Berjamang tiga susun, bersanggul keling dengan garuda membelakang, bersunting kembang khiwih. Bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkalung ulur-ulur. Berkain katongan (kerajaan) lengkap.
Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka – 1982 (Artikel ini diambil dari http://ki-demang.com/gambar_wayang/index.php?option=com_content&view=article&id=858&Itemid=857).
Arya Gandamana mempunyai kakak kandung bernama Dewi Gandawati. Arya Gandamana adalah kesatria yang tiada tandingannya.
Arya Gandamana berwajah tampan, gagah, tegap, pendiam, pemberani, kuat dan sakti serta memiliki ilmu andalan Aji Bandungbandawasa dan Glagah Pangantol-atol.
Arya Gandamana pernah menderita penyakit yang tak tersembuhkan. Penyakit itu baru sembuh setelah ia berikrar, mengucapkan sumpah tidak akan menjadi raja sesuai wangsit Dewata.
Gandamana kemudian pergi mengabdikan ke negara Astina kehadapan Prabu Pandu, dan diangkat menjadi patih negara Astina.
Jabatan itu dipegangnya sampai ia harus meninggalkan negara Astina karena penghianatan Sakuni.
Ketika ayahnya, Prabu Gandabayu meninggal, Gandamana tetap teguh dengan sumpahnya.
Arya Gandamana relakan haknya menjadi raja kepada kakak iparnya, Arya Sucitra yang menjadi raja Pancala bergelar Prabu Drupada.
Akhir riwayat Gandamana diceritakan; menurut Mahabharata, Gandamana tewas dalam peperangan melawan Bima saat terjadi penyerbuan anak-anak Kurawa dan Pandawa ke negara Pancala atas perintah Resi Durna. Sedangkan menurut pedalangan, Gandamana tewas dalam peperangan melawan Bima saat ia melakukan pasanggiri/sayembara tanding dalam upaya mencarikan jodoh untuk Dewi Drupadi.
RADEN GANDAMANA
Raden Gandamana adalah putra Prabu Gandabayu, raja negara Cempalareja. Ia sakti dan perkasa..
Pada waktu Negara Cempalareja kedatangan raja-raja negara lain untuk melamar putri baginda, Dewi Drupadi, kedatangan mereka itu dirasakan sebagai kedatangan musuh yang akan merusak Cempalareja, raja-raja tersebut berebut menang dan dikabulkan permintaannya.
Gandamana memutuskan untuk mengadakan lomba adu tenaga. Ia
sendiri masuk gelanggang dan berseru, bahwa barang siapa dapat
mengalahkannya, dialah yang akan memiliki Drupadi.
Semua raja melawan Gandamana, tetapi tak ada seorang pun yang dapat mengalahkannya. Sesudah itu suasana murka di antara raja-raja menjadi redalah. Datang kemudian Raden Bratasena untuk memasuki gelanggang, tetapi ia pun tak dapat mengalahkan Gandamana. Bratasena hampir-hampir tak berdaya. Setiap kali ia hendak menangkap Gandamana, lawannya itu dapat menyampakkannya, hingga ia jatuh terlentang dan jika Bratasena ditangkap oleh Gandamana, Ia tak kuasa bergerak lagi dan hanya dapat menolak-nolak dengan kedua tangannya.
Tersebutlah Bratasena ada mempunyai kuku Pancanaka di kedua belah tangannya. Kuku tersebut mengenai tubuh lawannya dan seketika pun Gandamana tak berdaya lagi. Hilang segala kekuatannya dan teringatlah ia akan ramalan, bahwa ia akan mati oleh Pendawa. Maka yakinlah ia, bahwa lawannya itu adalah seorang Pendawa juga.
Pada mulanya, ketika Bratasena dipanggil oleh Gandamana, ia tak berani mendekati, oleh karena merasa takut bertanding dengan orang yang begitu kuat dan oleh karena selama hidup ia belum pernah menghadapi orang seperti Gandarnana itu. Tetapi setelah Bratasena tahu, bahwa lawannya tak berdaya lagi, datanglah ia mendekat dengan tenang.
Ditanya mengenai asal-usulnya, mengakulah Bratasena, bahwa ia, adalah Pendawa yang kedua. Bratasena lalu dipanggil oleh Gandamana, dipeluk olehnya dan segala ilmunya diturunkannya kepada Bratasena. Sesudah itu matilah Gandamana.
Sesudah menerima ilmu dari Gandamana itu, ilmu mana bernama Wungkalbener, bertambah saktilah Bratasena. Agar dapat mendatangkan kesaktian, pemilik ilmu harus berjalan lurus. Itulah sebabnya mengapa Bratasena selalu lurus jalannya, meski terhalang sekalipun. Rintangan apa pun tak diperdulikannya.
Raden Gandarnana bermata telengan membelalak, berhidung dempak, berkumis dan berjenggot. Bentuk mukanya agak tenang. Bentuk muka yang serupa ini disebut merengus (Jawa: njenggureng) dan menjadi tanda, bahwa orangnya pemberani dan berbadan kuat. Berjamang tiga susun, bersanggul keling dengan garuda membelakang, bersunting kembang khiwih. Bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkalung ulur-ulur. Berkain katongan (kerajaan) lengkap.
Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka – 1982 (Artikel ini diambil dari http://ki-demang.com/gambar_wayang/index.php?option=com_content&view=article&id=858&Itemid=857).
No comments:
Post a Comment